Makalah Gonjang-Ganjing Pendidikan


GONJANG-GANJING PENDIDIKAN DI INDONESIA
Lacta Wida Rayu Cahyaningati
Universitas Kristen Petra
Surabaya, Indonesia
ABSTRAK
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam setiap aspek kehidupan ini. Orang tidak bisa mengelak atas fakta ini. Banyak orang berbondong-bondong pergi ke luar negeri dengan harapan agar mereka bisa menempuh pendidikan sebaik-baiknya. Realita yang ada, perkembangan zaman ternyata mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan pendidikan. Perkembangan pendidikan di Indonesia tidaklah luput dari suatu permasalahan. Permasalahan dalam pendidikan secara tidak langsung juga akan berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia ditentukan pada saat mereka mengenyam pendidikan di bangku sekolah, yaitu ketika mereka masih menyandang status  sebagai murid.
Terkait dengan kondisi pendidikan di Indonesia, Abdul Malik Fadjar (Mendiknas tahun 2001) mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia. Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia menempati posisi terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam (Kompas,5/9/2001).
Kondisi ini menunjukan adanya hubungan yang berarti antara penyelenggaraan pendidikan dengan kualitas pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang dihasilkan selama ini, meskipun masih ada faktor-faktor lain yang juga mempengaruhinya.

PENDAHULUAN
Saat ini, pendidikan di Indonesia semakin gonjang-ganjing, dimana banyak sekali permasalahan yang menghantui dunia pendidikan. Mulai dari rendahnya mutu pendidikan, khusunya sekolah yang tidak berada dalam wilayah perkotaaan, hingga kasus bulllying antar teman. Sayangnya tidak hanya itu saja, tetapi hal tersebut juga terjadi karena para guru pada masa lalu tidak mempersiapkan anak-anak yang diajarnya untuk dapat menghadapi abad 21. Terdapat banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan mengapa pendidikan tradisioanal gagal untuk memenuhi kebutuhan abad ke 21, salah satunya adalah orientasi pendidikan yang kurang tepat, dimana guru hanya memandang bahwa murid adalah objek kerja dan guru memiliki kekuasaan tertinggi didalam kelas. Inilah salah satu faktor yang dapat menyebabkan pendidikan tradisional gagal menjawab kebutuhan pendidikan abad 21.
PEMBAHASAN
Pendidikan yang ada di Indonesia semakin kurang berkualitas dan tidak bisa mengikuti perkembangan zaman karena banyaknya problematika pendidikan. Problematika pendidikan yang ada di Indonesia haruslah diminimalisir atau jika mampu problematika ini haruslah dihilangkan agar kualitas pendidikan di Indonesia semakin baik. Beberapa masalah pendidikan yang dapat diperhatikan selama ini adalah :
1.      Pelayanan pendidikan yang kurang merata.
Pemerataan pendidikan adalah suatu proses, cara dan perbuatan melakukan pemerataan terhadap pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan pelaksanaan pendidikan ( Khairul, 2017 ). Beberapa daerah di Indonesia belum merasakan pemerataan pendidikan misalnya saja daerah Pare, Kediri. Di daerah ini belum ada pelayanan pendidikan yang merata. Masih banyak sekali perasaan diskriminasi yang dirasakan oleh para muridnya. Mulai dari diskriminasi agama, sosial, ekonomi, jabatan, hingga jenis kelamin. Perlakuan diskriminasi ini membuat para murid semakin merasakan dikucilkan oleh para guru. Pada problem ini, murid akan merasakan bahwa dirinya adalah seseorang yang tidak penting di sekolah tersebut.
Contoh kasus yang saya alami semasa saya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama yaitu kasus diskriminasi agama. Ketika saya mengajukan saran kepada pihak sekolah agar diadakan pembangunan untuk ruang agama Kristen (karena pada waktu itu P.A.K tidak memiliki ruangan khusus). Pada masa itu salah satu guru di sekolah saya berkata “untuk apa dibangun ruang khusus pendidikan agama Kristen sedangkan Kristen hanyalah kalangan minoritas di sekolah ini? Lebih baik dana itu digunakan untuk renovasi fasilitas sekolah yang lainnya”. Saya cukup kaget ketika mendengar jawaban dari guru tersebut, karena saya mengetahui bahwa di sekolah lain disediakan ruangan khusus untuk murid-murid yang beragama Kristen dapat belajar. Dari contoh kasus ini sudah dapat dilihat bahwa pendidikan di Indonesia memiliki pelayanan yang tidak merata dan masih dijumpai kasus diskriminasi agama yang seharusnya tidak boleh terjadi.
Kasus lain yang saya alami adalah kurang lengkapnya media pembelajaran yang digunakan ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar, yaitu jumlah buku yang kurang memadai jika dibandingkan dengan jumlah murid yang ada. Pihak sekolah hanya memberikan saya satu buku diktat yang harus digunakan dengan dua atau tiga orang teman saya.
Walaupun pemerintah telah mengetahui bahwa pelayanan di daerah tidak seperti pendidikan di kota-kota besar, namun tetap saja pemerintah memberlakukan ujian nasional yang soalnya dibuat sama, entah itu untuk sekolah-sekolah yang ada di daerah maupun sekolah-sekolah yang ada di perkotaan. Padahal kemampuan siswa yang ada di daerah tidak sebesar kemampuan siswa yang  ada di daerah.
Hal inilah yang nanti akan menyebabkan dikotomi sosial dan dikotomi pendidikan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dikotomi diartikan pembagian dalam dua kelompok yang saling bertentangan. Menurut saya, dikotomi sosial dan dikotomi pendidikan ini terjadi antara siswa yang ada di perkotaan maupun siswa yang berada di daerah. Tidak hanya itu, menurut saya sampai sekarang  masalah ini tetap belum ada cara untuk mengatasi masalah tersebut.
2.      Seringnya pergantian kurikulum dari pemerintah.
Pergantian kurikulum dari pemerintah memiliki dua dampak, yaitu dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah para murid yang mampu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan ini akan mampu juga untuk mengikuti tuntutan zaman yang semakin canggih. Namun jika murid tidak mampu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kurikulum yang ada, maka murid-murid akan merasakan dampak negatifnya yaitu menurunnya kualitas dan prestasi murid. Seperti kejadian yang saya alami pada masa SMA. Pada awalnya sekolah saya menggunakan Kurikulum 2013, namun jarak satu tahun kemudian sekolah saya kembali menggunakan KTSP 2006, dan tahun berikutnya menggunakan Kurikulum 2013 kembali. Karena sering terjadi pergantian kurikulum, maka banyak siswa yang kesulitan dalam penyesuaian diri. Nilai akademis sayapun tidak dapat konstan atau bahkan meningkat, justru banyak perubahan antara nilai yang naik maupun yang  turun di setiap semester.
Tidak hanya itu, menurut saya perubahan yang tidak dapat diterima dengan baik oleh murid ini juga dapat berpengaruh pada visi dan misi sekolah yang sedang ingin digapai. Karena mayoritas sekolah memiliki visi ingin membawa murid-murid agar siap untuk mengikuti perkembangan jaman dengan berbagai prestasi akademik.
3.      Profesional guru yang masih rendah.
Masalah yang kedua dalam dunia pendidikan adalah rendahnya profesionalisme guru. Karena bagaimanapun juga, peran guru sangatlah penting dalam dunia pendidikan. Sebagian besar waktu siswa dihabiskan bersama teman dan gurunya di sekolah. Peran guru di dunia pendidikan tidak akan pernah bisa digantikan oleh apapun, termasuk juga tidak dapat digantikan oleh teknologi yang sedang berkembang.
Guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah kondisi seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar baca tulis alfabetikal maupun funsional yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan komunitas dan bangsanya, guru yang demikian tentu bukan guru sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa “digugu lan ditiru” Suyanto (2007: 1).
Guru profesional setidaknya harus memiliki energi yang baik untuk muridnya. Dapat dilihat lebih jauh bahwa guru di daerah tidak memiliki energi yang cukup untuk mengajar murid-muridnya. Hal ini tampak dari perlakuan dan waktu yang diberikan oleh guru kepada muridnya tidaklah semestinya. Para guru lebih memprioritaskan waktunya untuk kepentingan pribadiya jika dibandingkan dengan kepentingan muridnya. Misalnya saja di daerah Pare-Kediri, banyak guru yang absen dari kegiatan belajar mengajar hanya karena salah satu anggota keluarga melangsungkan prosesi pernikahan. Jika dapat dipikirkan secara baik, guru dapat mengikuti acara tersebut setelah ia selesai mengajar di sekolahnya. Jika banyak guru yang kurang profesional seperti ini, maka dapat dibayangkan kualitas siswa yang seperti apa yang dihasilkan dari sekolah yang gurunya semacam ini.
Guru prosefional haruslah memiliki tujuan dan arah yang jelas saat mengajar. Banyak guru di daerah yang sebenarya mereka kurang memahami apa yang menjadi tujuan utama dan kemana arah pembelajaran itu saat mereka mengajar para murid-muridnya. Hal yang selalu dilakukan guru saat ia mengajar adalah mereka menceritakan topik lain yang sebenarnya tidak masuk dalam meteri pembelajaran yang  seharusnya. Hal ini menyebabkan murid menjadi jenuh dan semakin bingung arah dan tujuan pembelajran yang mereka dapatkan. Ketika para murid merasakan kebingungan dan mereka tidak mau untuk bertanya kemana arah pembicaraan materi yang disampaikan oleh sang guru, maka proses pembelajran di sekolah tidaklah berjalan secara efektif. Akibatnya kualitas pendidikan yang murid dapatkan adalah kualitas pendidikan yang di bawah standart yang di tetapkan oleh pemerintah Indonesia.
Guru yang profesional haruslah memiliki sifat yang disiplin. Tidak hanya dapat mendisiplinkan para muridnya, namun juga dapat mendisiplinkan dirinya sendiri. Peristiwa yang sering terjadi di sekolah (khususnya sekoah di daerah) adalah siswa sudah berusaha untuk disiplin, namun ternyata guru kelasnya belum dapat mendidiplinkan dirinya sendiri. Misalnya saja, murid sudah terbiasa datang di sekolah 15 menit sebelum bel sekolah berbunyi, tetapi sebaliknya para guru sering sekali datang terlambat dengan berbagai alasan yang mereka miliki.
Guru profesional haruslah mampu mengondisikan situasi dan kondisi yang terjadi di dalam kelas. Kebiasaan yang dilakukan oleh guru-guru yang mengajar di daerah adalah mereka merasa acuh dengan kasus bullying yang tengah terjadi di lingkungan sekolah. Para guru acap kali tidak dapat memahami dampak burak apa yang murid-murid rasakan ketika mereka mendapatkan hujatan, cemoohan dari teman-temannya. Dampak dari bullying diantaranya adalah : 1). Depresi 2). Gangguan kecemasan 3). Dampak pada fisik 4). Menyendiri, mengucilkan diri 5). Rasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah 6). Konsep diri yang buruk 7). Nilai menurun 8). Sering kecewa 9). Terbatas hidupnya 10). Tidak memiliki harga diri. 11). Menyepelekan orang lain 12). Ketakutan13). Ingin Bunuh Diri ( Tiffany,2017 ).
Tidak hanya itu, namun seorang guru yang profesional seharusnya mampu untuk mengasihi murid-murid yang diajarnya dengan sepenuh hati. Para guru seharusnya memiliki sikap yang murah hati, rendah hati, dan juga sabar. Sayangnya, kenyataan tidak berkata demikian. Banyak guru yang terjerat kasus di dalam sekolah karena mereka sering sekali melakukan tindakan kekerasan kepada murid. Para guru acap kali tidak dapat mengendalikan emosi dan amarahnya ketika mereka sedang mengajar di dalam kelas. Hal ini dapat membahayakan mental murid yang diajarnya. Sayapun pernah menyaksikan bagaimana guru SD saya menghajar teman saya (menampar, memukul, mencubit, bahkan melempar penghapus ke tubuh) ketika teman saya tidak mengerjakan tugas serta tidak begitu memahami materi yang disampaikan.
Dari sini dapat dilihat bahwa pendidikan di Indonesia menjadi kurang berkualitas tidak hanya karena pemerintah yang sering kali bergonta-ganti kurikulum, namun juga karena tenaga para pendidik yang kurang profesional.
4.      Keterbatasan sarana dan prasarana dari sekolah.
Komputer seolah-olah kini menjadi sarana yang wajib ada di sekolah. Komputer menjadi sarana utama untuk murid mampu menjelajah informasi pendidikan di sekolah. Namun, beberapa sekolah di daerah (misalnya SMP saya dahulu) masih belum memiliki jumlah komputer yang memadahi, selain itu ruang komputer ini hanya dapat digunakan pada jam pelajaran komputer berlangsung saja, sehingga ketika murid ingin mengerjakan tugas, mereka harus mengerjakan tugas mereka di warung internet.
Sudahkah sekolah selama ini mempersiapkan siswanya untuk menghadapi abad 21 ?
Semakin hari, pendidikan di Indonesia semakin gonjang-ganjing karena pendidikan yang diselenggarakan di Tanah Air ini dituntut agar mampu bersaing dengan negara-negara lain. Sedikitnya, pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia harus mampu menjawab tantangan pendidikan maupun kebutuhan yang ada pada abad 21. Yang menjadi permasalahnnya adalah apakah selama ini sekolah-sekolah di Indonesia telah mempersiapkan murid-muridnya agar mereka siap untuk menadapi tantangan yang ada di abad 21 dengan baik?.
Kebanyakan sekolah-sekolah yang ada di Indonesia sudah mempersiapkan murid-muridnya dengan baik untuk dapat meghadapi kebutuhan maupun tantangan yang ada pada abad 21, namun itu semua hanya dilakukan oleh sebagian besar sekolah-sekolah yang ada di perkotaan saja, karena mengingat bahwa di perkotaan tenaga pendidik lebih profesional, sarana dan prasarana lebih memadai jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang ada di daerah-daerah kecil yang masih kekurangan tenanga pendidik yang profesional, sarana dan prasarana yang masih minim, serta kondisi perekonomian keluarga di daerah kurang mencukupi jika anak-anaknya harus mencukupi kebutuhan sekolahnya dengan teknologi yang canggih, seperti yang diminta oleh abad 21.
Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan pendidikan tradisional gagal memenuhi kebutuhan pendidikan abad 21 ?
Pendidikan tradisional tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pendidikan pada abad ke 21. Banyak sekali perbedaan yang ada pada masa pendidikan abad 20 dengan pendidikan abad 21.




Berikut data yang dapat dijadikan penelitian :

Jenis
Pembelajaran Abad 20
Pembelajaran Abad 21
Lingkungan
Berpusat pada pendidik
Berpusat pada peserta didik
Aktivitas Kelas
Pendidik sebagai sentral dan bersifat didaktis
Peserta didik sebagai sentral dan bersifat interaktif
Peran Pendidik
Menyampaikan fakta-fakta, pendidik sebagai ahli
Kolaboratif, kadang-kadang peserta didik sebagai ahli
Penekanan Pengajaran
Mengingat fakta-fakta
Hubungan antara informasi dan temuan
Konsep Pengetahuan
Akumulasi fakta secara kuantitas
Transformasi fakta-fakta
Penilaian
Soal-soal pilihan berganda
Protofolio, pemecahan masalah, dan penampilan
Penampilan Keberhasilan
Penilaian acuan norma
Kuantitas pemahaman, penilaian acuan patokan
Penggunaan Teknologi
Latihan dan praktek
Komunikasi, akses, kolaborasi, ekspresi
Tabel 1. Perbandingan Pembelajaran Abad 20 dengan Abad 21.
Dari tabel perbandingan ini, dapat dilihat bahwa perbedaan yang ada antara pembelajaran abad 20 tidaklah sama dengan abad 21. Sekolah-sekolah tradisional didesain hanya untuk membuat siswanya mampu untuk membaca, menulis dan menghitung, terlebih juga didesain untuk membuat siswanya dapat mencapai nilai yang tinggi secara akademis. Sistem belajar didalam kelas juga kurang efektif, karena pendidikan pada abad 21 hanya berorientasi pada gurunya saja, sehingga keaktifan para siswa tidaklah dirasa cukup penting. Menurut saya, hal ini tidak efektif jika pendidikan di Indonesia masih berorientasi pada guru saja, sedangkan siswa menjadi kurang aktif. Ini justru akan mematikan penalaran dan kreatifitas yang dimiliki oleh siswa. Selain itu, jika dipikirkan secara matang, siswalah yang nantinya akan menghadapi abad 21, jadi siswa jugalah yang harus semakin aktif dan bukan sebaliknya. Abad 21 mengharuskan siswa untuk dapat aktif dalam pendidikan, maka ketika pendidikan abad 20 digunakan, maka siswa akan cenderung pasif dan pada masa yang akan datang, para siswa tidak akan siap dan tidak akan terlatih untuk aktif dalam dunia yang semakin canggih ini.
Sistem penilaian yang ada pada pembelajaran abad 20 juga dinilai kurang mampu untuk dapat menjawab tantangan jaman. Karena dalam persoalan yang dihadapi oleh siswa, siswa tidak memecahkan masalah itu dengan bakat dan kemampuannya sendiri melainkan dengan bantuan guru yang telah menyediakan opsi jawaban kepada murid. Hal inilah yang menurut saya mengapa pendidikan pada abad 20 tidak mampu menjawab tantangan maupun kebutuhan pendidikan di abad 21. Pada abad 21, siswa haruslah memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu, hal ini tidaklah dapat terwujud jika pendidikan diIndonesia tetap menggunakan pendidikan tradisional (pendidikan abad 20) karena semua hal masih berpatokan pada guru yang selalu benar dan menjadi sumber patokan dalam segala sesuatu yang akan mereka kerjakan. Hal ini justru akan mematikan kreativitas dan inovasi yang mereka miliki untuk menciptakan apa yang mereka inginkan. Pendidikan abad 21mendorong siswa agar memiliki karakter yaitu 4C (Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, Creativity and Innovation ) (Alis, 2012).
Saya menilai bahwa standar yang ditetapkan oleh pendidikan abad 21 terlalu tinggi untuk pendidikan abad 20 yang masih menggunakan cara atau metode pembelajaran yang tradisional. Itulah sebabnya mengapa pendidikan atau pembelajaran abad 20 tidak dapat menjawab tantangan kebutuhan pendidikan atau pembelajaran abad 21.
KESIMPULAN
Pendidikan di Indonesia akan semakin tergoncang apabila pendidikan di Indonesia tetap menggunakan pendidikan pada abad 20, dan tidak menggunakan pendidikan pada abad 21. Peran pemerintah dalam mempersiapkan kurikulum sangat penting untuk menentukan sistem pendidikan yang digunakan di Indonesia. Begitu pula dengan lembaga pendidikan, sekolah-sekolah di Indonesia, baik yang ada di daerah maupun yang ada di perkotaan jika tidak mempersiapkan siswanya untuk mampu mengkuti perkembangan jaman yang semakin canggih ini menggunakan pendidikan abad 21dengan sebaik-bainya, maka siswa tidak akan pernah mampu untuk bersaing dan semakin tertinggal pada jaman lampau. Tugas seorang guru semakin berat, oleh karena itu tenaga pendidik juga harus mempersiapkan dirinya lebih matang lagi untuk mengajar siswa-siswanya yang nantinya akan hidup pada jaman yang semakin canggih dengan teknologi. Namun perlu diingat juga bahwa tugas seorang guru tidak hanya mengajarkan materi saja, tetapi juga karakter yang baik. Karena pada abad 21 nanti, kemungkinan besar siswa akan mengutamakan materi daripada karakter.
UCAPAN TERIMA KASIH
Saya bersyukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kekuatan kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah inovasi pendidikan ini dengan tepat  waktu. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu saya, yaitu B. Katrika Bayu Primasanti S.I.P, M.A.Ed. yang telah memberikan dukungan dan bimbingan dalam proses pembuatan makalah ini hingga makalah ini terselesaikan. Tidak lupa, saya mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah mendukung dan memberikan motivasi kepada saya untuk menyelesaikan tugas mata kuliah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham.(n.d.). Problematika pendidikan di Indonesia. Retrieved from https://abraham4544.wordpress.com/umum/problematika-pendidikan-di-indonesia/
Andrian,Dyka. (2014, September). Makalah Problematika Sistem Pendidikan Indonesia. Retrieved from https://dykaandrian.blogspot.co.id/2014/09/makalah-problematika-sistem-pendidikan.html
Harian Kompas Online: www.kompas.com
Hasan,Muhammad. (2012, May 31). Makalah IPI (problematika pendidikan di indonesia). Retrieved from https://muhammadhasan811.wordpress.com/2012/05/31/makalah-ipi-problematika-pendidikan-di-indonesia/
Istiqomah,Alis. (2012, December 10). Pembelajaran Abad 21 dan Peran Pendidik di Abad 21. Retrieved from http://alisistiqomahhayati.blogspot.co.id/2012/12/pembelajaran-abad-21-dan-peran-pendidik.html
Leon,Khairul. (2017 , October 11). Makalah masalah pendidikan. Retrieved from https://makalahnih.blogspot.co.id/2014/09/makalah-masalah-pendidikan.html
Suyanto. (2007).“Tantangan Profesionalisme Guru di Era Global”.Yogyakarta, Indonesia.
Tiffany. (2017, October 25). 13 Pengaruh Bullying Pada Psikologi Anak. Retrieved from https://dosenpsikologi.com/pengaruh-bullying-pada-psikologi-anak


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejak Kaki Lacta. Ceritakan padaku, mungkin kelak aku akan lupa....  Ajarkan semuanya kepadaku, mungkin suatu saat nanti aku bisa m...